Desa Tawa, NewsXpers.ID - Di balik tenangnya Desa Tawa, Kecamatan Bacan Timur Tengah, sedang bergolak yang tak lagi bisa dibungkam. Delapan karyawan PT Intim Kara dalam tekanan psikologis dan ekonomi yang kian mencekik, setelah tiga bulan lebih bekerja tanpa upah. Mei 2025 datang tanpa harapan. Gaji tak kunjung dibayar. Perusahaan bungkam. Pemerintah seolah tutup mata.
Karyawan bukan hanya dipaksa bertahan tanpa kepastian, tapi juga diposisikan seperti tawanan: tak boleh bersuara, tak boleh melawan. “Jangan-jangan pemerintah daerah sudah disogok,” celetuk salah satu pekerja dengan nada getir, menuduh pembiaran sistematis yang kian nyata. Di tempat lain, suara warga pun mulai lantang, menyebut wakil rakyat tak lebih dari “penumpang foya-foya” yang melupakan suara rakyat di saat krisis begini.
Keterlambatan pembayaran bukan kejadian baru. Ini sudah seperti kutukan berulang yang terus menghantui karyawan PT Intim Kara. Ironisnya, pada bulan lalu, manajemen hanya membayar satu bulan dari tiga bulan tunggakan. Sisanya? Menguap tanpa penjelasan, seperti keadilan yang sengaja dikubur dalam diam.
“Saya sudah masuk bulan keempat tanpa gaji. Tapi kalau ngomong keras, takut langsung dipecat,” ungkap seorang pekerja. Ketakutan itu nyata, menciptakan teror diam-diam di antara rekan kerja. Mereka bekerja seperti biasa, tapi hati mereka penuh luka dan dendam yang belum sempat dibalas.
Tanpa pekerjaan sampingan, hidup delapan karyawan ini tergantung sepenuhnya pada upah yang tak pernah datang. Anak-anak mereka tetap butuh makan, sekolah tetap harus dibayar. Kondisi ini membentuk bom waktu sosial yang bisa meledak kapan saja. Beberapa warga mulai merasa keberadaan perusahaan justru menjadi racun, bukan harapan. “Kalau begini terus, jangan salahkan kalau nanti ada perlawanan,” ucap warga.
Lebih mengerikan lagi, pemerintah daerah dan Dinas Ketenagakerjaan seperti hilang dari radar. Tak ada sidak, tak ada peringatan. Seolah semuanya dikondisikan untuk bungkam. Padahal, UU Ketenagakerjaan sangat jelas: keterlambatan upah adalah pelanggaran serius yang bisa dikenai sanksi pidana.
Hingga berita ini diturunkan, tidak ada pernyataan resmi dari manajemen PT Intim Kara. Upaya konfirmasi oleh Pihak Media ditanggapi dengan keheningan yang mencurigakan. Telepon tak diangkat, kantor lapangan tertutup rapat. Seakan mereka sedang menyusun skenario untuk lolos dari tanggung jawab.
Pertanyaannya kini bukan lagi kapan gaji dibayar, tetapi sejauh mana aparat dan wakil rakyat bersedia menjadi bagian dari ketidakadilan ini. Apakah mereka akan tetap bersembunyi di balik meja-meja rapat yang sejuk, sementara rakyat yang menggantungkan hidupnya dari peluh kerja dibiarkan tergilas sistem yang kejam?
Jika negara tidak hadir, dan perusahaan terus menindas, maka jangan heran jika desa kecil seperti Tawa menjadi titik awal ledakan perlawanan. Bukan hanya soal gaji, ini tentang harga diri dan keadilan yang telah diinjak-injak terlalu lama.
Redaksi X-Pers.ID Halsel/*
Comments0